Menulis Itu Semudah Update Status

Resume Kelas Belajar Menulis Bersama OmJay dan PB PGRI


Menulis  itu Semudah Update Status. Demikianlah pendapat yang disampaikan oleh narasumber dalam kelas belajar menulis, Bapak Dedi Suhandi, S.Pd., M.Pd. yang akrab dipanggil dengan nama Ya Dedi. Lahir di Pontianak, 2 November 1975 yang saat ini mengajar di SD Negeri 11 Pontianak Timur.

Benarkah pendapat dari pak Ya Dedi ini bahwa menulis itu semudah update status? Hal ini mungkin perlu kita ketahui alasannya ya, mengapa beliau berpendapat seperti itu.

Pada awal pertemuan beliau menyampaikan motonya. Inilah moto pak Ya Dedi: Carilah ilmu sebanyak-banyaknya. Semakin banyak ilmu, kita tak akan menyalahkan orang lain.

Pada pertemuan ini, Pak Ya Dedi yang pernah menjadi Juara 1 Lomba Guru Berprestasi tingkat kota Pontianak tahun 2017 dan juara 1 Tingkat Provinsi Kalbar Tahun 2017 ini akan berbagi pengalamannya tentang cara menulis yang sangat efektif, bagaimana cara kita memulai menulis, dan bagaimana caranya supaya kita bisa menulis dengan mudah . Menulislah dari  hal yang kita alami, dari hal yang kita rasakan, dan dari  hal-hal yang ada dalam pikiran kita.  Jadi mudah bukan? Apakah hal ini yang menjadi alasan mengapa pak Ya Dedi berpendapat bahwa menulis itu semudah update status?

Baiklah kita lanjutkan dengan pak Ya Dedi yang akan berbagi pengalaman bahwa menulis itu semudah update status. 

Setiap penulis tentunya menginginkan agar bisa menjadi penulis yang sukses. Namun untuk mencapai suatu kesusksesan itu tidaklah mudah. Tentunya diperlukan suatu usaha, kerja keras dan semangat. Menurut pak Ya Dedi, kunci keberhasilan seorang penulis adalah menciptakan semangat, motivasi, kemauan, usaha, konsistensi, jangan lupa untuk berdoa memohon kemudahan, bimbingan, kesehatan, kecerdasan, dan seterusnya. Trik selanjutnya mencari teman yang bisa menginspirasi, mendorong, dan memberi semangat. Contohnya, Omjay.

Latihan menulis buku dapat diawali dengan cara menuliskan tulisan pendek, kegelisahan, sesuatu yang disukai/hobi/minat, pengalaman, keahlian, impian, kebutuhan orang lain. Bisa berupa opini satu paragraf, dua paragraf atau tiga paragraf. Hari berikutnya, bisa ditambah satu paragraf lagi. Hingga menemukan identitas menulis dan menemukan apa yang ingin disampaikan ke dalam lembaran-lembaran.

 Jika latihan menulis secara kursus tidak nyaman, bisa dilakukan sendiri. Keuntungan menulis secara pribadi memberikan rasa kepuasan diri. Jiwa di dalam diri lebih bebas, terhindar dari rasa takut. Baik itu takut terhadap persaingan, ataupun rasa takut karena aturan baku dan ketat. Karena salah satu kunci sukses menulis buku adalah mengabaikan segala aturan yang mengikat yang justru melemahkan semangat.

Berbeda jika dari awal tidak terbangun semangat dan terbelengu dengan aturan. Sudah dapat dipastikan, sebelum menuliskan lembar kedua, sudah berhenti di tengah jalan.

Menulis itu semudah update status

Agar kita lebih bersemangat dalam menulis, maka perlu kita tanamkan dalam diri kita bahwa menulis mudah, semudah update status. Misalnya, dari sebuah pengalaman. Apa pun pengalaman kita pada hari ini, tulis saja. Gunakan teknologi untuk menyimpannya. Bisa di laptop, handphone, blog, facebook, dan sebagainya.

Menulis itu semudah kita mendeskripsikan apa yang kita lihat, apa yang dirasakan. Menulis itu tidak selalu muluk-muluk dan tidak selalu rumit. Menulis itu, sesederhana yang kita lihat. Menariknya, objek yang diperlihatkan hanya satu, namun sudut pandang penulisannya bisa berbeda dari penulis satu dengan penulis lain.

Masih menganggap menulis buku itu sulit? Barangkali kita gemar update status di media sosial. Saat kita menulis status, apa yang kita tuliskan berdasarkan apa yang kita rasakan. Entah itu perasaan tentang diri kita sendiri, tentang penilaian terhadap orang lain atau karena bacaan/tontonan yang baru saja dilihat.

Selain itu kita tulis saja apa yang ada di kepala kita, kita tulis saja. Apa yang ada dalam pikiran kita, kita tulis saja. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Omjay  blogger ternama, maupun Ibu Megawati mantan presiden RI ke-5 yang mengatakan bahwa tulis saja apa yang ada di kepalamu. 

Jadi menurut saya benar apa yang dikatakan pak Ya Dedi bahwa menulis itu semudah update status bukan? Menulis itu jadi mudah jika kita menulis berdasarkan pengalaman kita,  apa yang kita rasakan, serta menulis apa yang ada dalam pikiran kita. 

Menentukan Topik dalam Menulis Buku

Saat memulai menulis, hal umum yang dirasa sulit adalah menentukan topik tulisan. Pemilihan topik bisa kita pilih berdasarkan “minat”. Anggap saja, penentuan topik kita ambil sesuai dengan minat kita.

Bahkan, ketika kita membaca surat kabar, ada satu paragraf yang menarik hati. Hal yang menarik tersebut bisa dicatat, kemudian tambahi gagasan, ide, sanggahan, menambahi data lain yang diperoleh.

Dari data-data tersebut, cukup tuliskan per kalimat di bawahnya. Setelah semua gagasan, ide, dan yang ingin disampaikan sudah berbaris-baris, tidak ada salahnya untuk keluar sejenak. Minum kopi atau minum teh. Setelah merasa lebih rileks, bisa melanjutkan dengan menambahkan kalimat penjelas di belakang poin-poin yang tadi tertulis.

Jika cara itu sulit, menentukan topik bisa dimulai dari menulis kehidupan diri kita sendiri. Barangkali, justru lebih menjiwai. Siapa tahu, hasil dari corat-coret curhat, bisa menjadi novel. Bukankah di dunia ini banyak ketidakpastian?

 Termasuk ketidakpastian nasib hasil tulisan kita. Karena banyak buku-buku best seller meledak dari karya iseng-iseng ingin menuangkan perasaan dan kegelisahannya.

Jika cara tersebut terasa memalukan dan ingin menulis buku yang lebih serius. Maka, bisa dikemas agar tidak terlihat drama. Kunci dari semua itu, tergantung kreativitas kita mengarahkan tema dan topik bahasan. Misalnya, mencari paragraf yang menarik dari buku yang kita sukai. Kemudian tulis satu paragraf saja, kemudian lakukan pengembangan. Jika trik-trik di atas sudah dilalui, biasanya akan lahir dengan sendiri ulasan yang ingin kita sampaikan.

Memunculkan ide dan gagasan dalam menulis

Menulis adalah suatu kegiatan untuk menuangkan sebuah ide. Namun terkadang  Ketika kita ingin menulis, tetapi  kita belum ada ide. Nah di sinilah kita harus mencari ide atau gagasan. Lalu bagaimanakah caranya agar kita ada ide untuk menulis? Maka kita harus memunculkan sebuah ide untuk memulai menulis. Cara memuncul ide sesuai dengan kebutuhannya. Kira-kira kita ingin menulis buku tentang apa? Misalnya ingin menulis buku pelajaran. Tentunya kita harus mempelajari kurikulumnya dulu. Melihat buku-buku yang telah ada. Dari refleksi buku orang lain, setidaknya kita  akan bisa membuat karya yang lebih baik karena sudah mempelajari buku sebelumnya. Buku tersebut kita analisis kelebihan dan kekurangannya. Dari sinilah kita bisa memulai menulis dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangan buku sebelumnya.

Untuk memulai menulis buku ajar misalnya menulis buku ajar agama Islam, agar menghasilkan buku yang berkualitas serta menimbulkan dampak  yang positif  dalam segi psychology anak. Sebaiknya pelajari buku  yang sudah ada sebagai perbandingan. Silakan beberapa buku karya orang lain kita cari sisi kekurangnya. Nah, di sisi kekurangannya inilah lalu kita masukkan hal yang berbeda. Yang pasti harus berpedoman pada kurikulum. Jangan lupa pelajari juga PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Karena ternyata masih banyak buku Agama yang menggunakan ejaan asing (Bahasa Arab) misalnya shalat, seharusnya salat. Do'a, seharusnya doa. Jum'at seharusnya Jumat. Setelah tulisan ini sudah selesai, selanjutnya kita review kembali. Apakah sudah betul ataukah perlu perbaikan. Kalau masih ada hal yang kurang ataupun kesalahan dalam penulisan, bisa  kita perbaiki terlebih dahulu, jangan sampai tulisan kita sudah diterbitkan tetapi ternyata masih banyak tulisan yang tidak betul. 

Untuk memunculkan ide yang menarik, maka kita harus memilih topik yang menarik untuk sebuah tulisan supaya kita termotivasi untuk mengerjakan tulisan kita, maka yang dapat kita lakukan adalah

Topik yang kita pilih tentunya yang sering kita lakonkan supaya mudah untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Misalnya, kita menulis novel tentang pengalaman  hidup kita. Nah, ini kan mudah untuk kita bercerita. Mengapa? Karena sudah kita alami. Atau bisa juga terinspiasi dari kisah hidup seseorang, misalnya teman kita atau yang lainnya. Tetapi harus kita tambah-tambahkan agar cerita lebih menarik sebagai bumbu dalam bercerita. 

Jika kita seorang guru, maka kita bisa menceritakan tentang peristiwa yang terjadi di sekolah, atau kegiatan yang dilakukan di sekolah. Jika kita lupa, bisa ditanyakan dengan teman sejawat. Mulai dari hal yang terdekat dan sering kita alami. Atau jika kita memiliki hobi yang menarik, itu bisa  kita dituangkan dalam bentuk tulisan. Misalnya jika kita hobi memasak. Bisa kita tuangkan bagaimana membuat resep masakan, dan seterusnya.

Untuk menimbulkan ide roh pada tulisan kita sedangkan kita baru pemula yang belum mempunyai banyak kosa kata, maka yang kita lakukan adalah dengan membuat kalimat-kalimat yang pendek saja.

Misalnya: Bapak itu pergi ke sawah.

Kita beri roh. Pak tua yang penuh dengan kelesuan dan kerapuhan sedang berjalan menyusuri sawahnya.

Nah sederhana saja. Tulisan Ibu sudah ada rohnya.

 

Membangun penghayatan dalam menulis

Dari contoh kalimat sederhana di atas dapat kita simpulkan bahwa agar tulisan kita hidup, maka harus kita beri nyawa atau roh. Jika kita ingin tulisan kita ada roh di dalamnya dengan kata lain agar tulisan kita bisa hidup, maka perlu adanya penghayatan. Ide kita yang biasa-biasa saja jika dikemas dengan penghayatan dan penjiwaan kita, serta dengan membangkitkan emosi kita dalam menulis Hal ini menjadi penarik rasa ketertarikan bagi pembaca yang kemudian dapat merangsang untuk  memunculkan emosi si pembaca.

Tulisan yang ditulis dengan pengahayatan, mampu menghidupkan sebuah tulisan.

Contoh yang menghayati:

Gadis berambut panjang yang selalu mengintai dalam keraguan. Ia ingin selalu memergoki setiap derap langkah pejalan kaki di hadapannya. Keinginannya itu seakan terpancar di raut wajah yang kusam dan lugu. Ia hanya akan mengharap belas kasihan dari sang dermawan.

Contoh yang tidak menghayati:

Gadis itu mengharap belas kasihan orang-orang yang berjalan kaki di dekatnya.

Dari contoh tersebut, terlihat perbedaannya. Aturan penghayatan penting sekali selama penggarapan sebuah buku. Baik itu buku ajar, buku fiksi, buku motivasi, dan sebaginya. Butuh yang namanya impresi dan seni. Cara tersebut dapat diperoleh dengan banyak cara kreatif.

Cara kreatif ada banyak, tidak terbatas. Tentunya setiap orang memiliki kreatif sendiri. Mungkin cara saya menulis kreatif dengan cara saya. Tentu, cara saya tidak bisa diterapkan dengan cara Bapa/Ibu.

Misalnya, untuk memulai tulisan dengan kata-kata kiasan atau puisi. Contohnya ada di blog pak Ya Dedi.

https://yadedisuhandi.blogspot.com/2020/09/kisahdi-samping-sepakat-2-berawal-dari.html?m=1

Blog ini dibuat oleh pak Ya Dedi  berkat bimbingan Omjay. Omjay memang seorang inspirator andal.

Untuk memperkaya  wawasan  tentang impresi dan seni agar tulisan kita penuh penghayatan, maka hendaknya kita banyak membaca karya orang lain, berlatih untuk melakukan pembiasaan membaca karya seni seperti puisi. Dengan latihan, kita akan terbiasa untuk membuat tulisan kita dengan seni dan penghayatan. Beranjak dari lingkungan dalam membuat karya seni. Gunakan kelas, lingkungan rumah, dan lingkungan masyrakat untuk memperkaya kosa kata dan jiwa seni. Pak Ya Dedi suka memulai tulisan dengan kata-kata kias dan puisi. Beliau juga suka membaca puisi-puisi dan karya buku yang menggunakan bahasa seni. Selain itu bergaullah dengan orang-orang yang berjiwa seni.

Allah menciptakan alam semesta ini dengan seni. Hambar rasanya kalau tidak ada seni. Bayangkan kalau Allah menciptakan kita tidak ada hidung dan telinga, pasti tidak elok. Begitu juga dengan tulisan. Jika kita bergelut di bidang seni, tentunya ada jiwa seni dalam diri kita. Belajar dari keluarga dulu. Gunakan bahasa-bahasa syahdu. Dengan demikian insya Allah akan terbiasa.

Seni itu, luas tidak berkutat dalam bidang bahasa saja. Meskipun seorang guru kimia,  menurut pak Ya Dedi wajib memiliki gaya seni supaya siswanya tidak bosan dan stress. Ketika seseorang menjadi idola siswa, itu berarti di dalam dirinya sudah muncul seni dalam mengajar. Kita harus melatih diri untuk senantiasa menggunakan kata yang di dalamnya mengandung unsur seni. Gunakan kata-kata yang pendek saja dulu. Misalnya, rembulan sudah menampakkan wajahnya.

Penghayatan terhadap sebuah puisi ataupun cerita  bisa kita lakukan dengan cara mendeskripsikan sesuatu dengan perasaan yang mengundang penasaran atau pertanyaan si pembaca. Tidak langsung kita sebut gadis tetapi dengan embel-embel yang sesuai dengan kondisi si gadis, misalnya Si Manis, Si Cantik, Perempuan berparas jelita, Dengan senyuman manisnya, dsb. Jadi, kita masuk ke dalam jiwa sang gadis tersebut. Sebagaimana kalau kita masak harus ada bumbunya. Maka, masakan kita akan sedap tidak hambar. Demikian juga ketika kita menulis, kita lakukan dengan penuh penghayatan dengan menghiasi tulisan kita dengan pemanisnya yaitu yang di dalamnya mengandung unsur seni.

Jangan lupa, menulis juga harus punya tujuan. Misalnya, kita menulis tujuannya untuk ekspresi diri, untuk naik pangkat, untuk hobi, dan sebagainya. Dengan tujuan tersebut,  segala cara akan kita gunakan.

Membangun emosi diri dalam menulis

Untuk   membangun emosi diri dalam memulai menulis yang harus kita lakukan adalah dengan mencari permasalahan yang kita tulis pada awal tulisan kita yang gunanya untuk menbangkitkan emosi diri. Dengan membangkitkan emosi diri kita dalam menulis ,hal ini menjadi penarik rasa ketertarikan bagi pembaca yang kemudian dapat merangsang untuk  memunculkan emosi si pembaca.

Dengan adanya suatu permasalahan ini, maka kita akan berusahan untuk mencari solusinya. Paling tidak masalah yang dekat dengan kehidupan kita. Kemusian permasalahan tersebut kita analisis dan kita tulis sedikit demi sedikit. Tulisan yang di dalamnya mengandung permasalahan akan menarik karena akan mengundang emosional si pembaca. Hal ini perlu kepekaan dan seni dalam mengembangkan tulisan kita. Nah, seni inilah yang mewarnai tulisan kita.

Memilih Diksi dalam menulis

Diksi adalah pilihan kata. Untuk memilih diksi agar tulisan kita menjadi hidup dan penuh penghayatan, adalah berawal dari kisah yang menarik yang pernah kita alami. Dengan kisah tersebut tentunya kita akan menghayati karena kita alami sendiri. Gunakan kata-kata sederhana terlebih dahulu. Setelah tulisan selesai beberapa paragraf, lalu kita baca kembali dan bisa kita edit. Apakah diksinya sudah tepat  ataukah belum?

Karya puisi memang seharusnya menggunakan diksi yang tepat dan bahasa yang penuh penghayatan. Namun terkadang kita temukan puisi yang ditulis mirip seperti cerita/narasi. Temanya biasa-biasa saja tentang sepatu, tali jemuran, kolam di belakang rumah, sendok dan piring, dsb. Selain itu juga tidak menggunakan bahasa yang puitis, tidak menggunakan diksi pilihan, tidak ada gaya bahasa personifikasi, metafora dsb. Semua ditulis seperti kalimat biasa, tema biasa. Puisi-puisi sederhana semacam ini dibuat biasanya untuk latihan di sekolah. Menggunakan bahasa sederhana yang akan memunculkan ide dari peserta didik kita sebagai tahap pembelajaran dalam menulis puisi. Meskipun puisi-puisi ini masih sederhana namun tak jadi masalah. Karya mereka harus kita hargai. Karya seni itu juga dilihat kemampuan dari si penulisnya. Kita yang akan menilainya. Mana yang menurut kita penuh penghayatan atau sekadar mengungkapkan isi hati.

 

Kreativitas dalam sebuah tulisan

Kreativitas yang harus ada dalam sebuah tulisan, kalau tulisannya berbentuk otobiografi, yaitu dengan menambahkan puisi atau pantun, bisa juga pepatah untuk memotivasi. Bisa juga memunculkan gambar buatan si penulis. Itu merupakan kreativitas yang mungkin tak dimiliki oleh buku yang lain. Jika kita menulis buku kalau sudah selesai menulis boleh saja langsung diterbitkan, yang penting sudah kita baca ulang dan perbaikan. Sebaiknya lakukan review lagi supaya tidak terjadi kesalahan. Selain itu perlunya dikaji ulang lagi agar lebih mantap isinya. Mungkin akan ada tambahan atau perbaikan.

Menyadur

Ketika seseorang menonton film, kemudian membuatnya terinspirasi untuk menulis sebuah novel, hal ini tidak menjadi masalah.  Kita boleh menulis novel dengan cara menyadurnya dari sebuah film Cerita, tetapi cara pandang tentunya haruslah berbeda. Mengangkat suatu kisah yang sudah difilmkan sebagai suatu inspirasi untuk memulai menulis, asalkan berbeda dalam  hasil tulisannya.  Anggap saja itu pengalaman kita ketika menonton suatu kisah.

Agar Bapak/Ibu bisa menjadi guru hebat, maka Bapak/Ibu harus bisa membuat karya yang banyak, mengapa? Karena Guru Mulia karena Karya.

Kata-kata penutup: Menulis harus punya motivasi, tujuan, tekad, niat, kemauan, usaha, silaturahmi, dan doa. Serta harus mempunyai impian untuk menjadi penulis hebat.

Kesimpulan

Menulis sebenarnya itu mudah semudah update status, karena menulis itu berdasarkan apa yang kita alami, apa yang kita rasakan, dan apa yang ada dalam pikiran kita. Yang penting ada kemauan dan semangat untuk menulis.  Menulis harus punya motivasi, tujuan, tekad, niat, kemauan, usaha, silaturahmi, dan doa. Serta harus mempunyai impian untuk menjadi penulis hebat.

Semoga kita bisa terus menulis dan menghasilkan karya-karya hebat yang bisa dinikmati semua orang. Aamiin

 

Salam literasi

Hayati Cempaka

Komentar

  1. resumenya lengkap, semangat bu

    BalasHapus
  2. Resume yang lengkap. Semangat, Bu! Oya, bagian ini --> memiliki kreatif sendiri, sepertinya lebih Enak dibaca kalau diganti menjadi memiliki kreativitas sendiri. Tabik.

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah, sungguh sangat menarik dan unik serta cukup mengugah jiwa teruslah berkarya hingga bisa terbit bukunya ok

    BalasHapus
  4. Tulisan yang komplet. Semoga segera bisa jadi buku. Aamiin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Sukses Sang Juara Pertama Inobelnas dan Penulis Ratusan Buku

Mengembangkan Sepotong Ide dalam Menulis dengan Google Jamboard