Kisah Sukses Sang Juara Pertama Inobelnas dan Penulis Ratusan Buku

 Resume Kelas Belajar Menulis Bersama OmJay dan PB PGRI

Ibu Emi Sudarwati
Juara 1 Lomba Inovasi Pembelajaran Tingkat Nasional

 Adapun yang menjadi narasumber pada malam ini adalah ibu Emi Sudarwati yang akan memberikan materi motivasi berprestasi kepada kita semua. Ibu Emi Sudarwati merupakan alumni Jurusan Bahasa Daerah IKIP Negeri Surabaya tahun 1993 dan lulus tahun 1998.  Mengajar di SMPN 1 Baureno ini sejak tahun 2005.  Disamping aktif mengajar, juga telah menulis dan menerbitkan beberapa karya sastra Jawa dan Sastra Indonesia.  Editor lebih dari 300 buku karya siswa dan guru Indonesia. Dan yang paling menakjubkan dari beliau adalah bahwa beliau sebagai juara pertama dalam  lomba inovasi pembelajaran tingkat nasional kemdikbud tahun 2016 dan juga penulis ratusan buku.

Untuk mengenal lebih jauh  dengan sang juara pertama dalam  lomba inovasi pembelajaran tingkat nasional kemdikbud tahun 2016 ini, mari kita ngulik pengalaman beliau  yuk…


Berbagi Pengalaman

Pada pertemuan ini Ibu Emi Sudarwati akan menceritakan  pengalamannya sejak mulai menulis dan menerbitkan buku sampai saat ini.

Sejak SMA, sekitar tahun 1990-an Emi Darwati muda belia sudah mulai suka menulis cerita.  Hal itu berlanjut sampai  menjadi mahasiswa.  Apalagi saat cerpen  perdana hasil menulisnya dimuat dalam majalah, rasanya tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. 

Sejak saat itu Emi muda belia semakin rajin menulis dan mengirim ke media.  Lumayan, honornya bisa untuk beli buku dan kebutuhan lain.  Saat kuliah Emi muda juga suka berjualan baju, celana dan jam tangan.   Karena sejak SMP kelas 1 bapak ibu Emi Darwati sudah dipanggil Tuhan.

Beliau melanjutan kisahnya…

Sejak menjadi PNS, Ibu Emi berhenti menulis karena semua kebutuhan sudah terpenuhi.  Beruntung, tahun 2013 berjumpa dengan penulis-penulis hebat di Bojonegoro.  Akhirnya semangat menulis beliau tumbuh kembali.  Tapi tujuan menulis bukan lagi karena uang, melainkan ingin sukses bersama siswa. 

Tahun 2014 adalah pertama kali Ibu Emi menerbitkan buku bersama siswa.

Pada tahun 2015, Ibu Emi ditugaskan untuk mengikuti lomba inobel tingkat nasional.  Awalnya ada rasa tidak percaya diri.  Namun karena Bapak Edy Dwi Susanto selaku kepala sekolah waktu itu tidak henti memberikan semangat dan motivasi.  Akhirnya bu Emi mengirimkan karya inovasi, meskipun dengan setengah hati.

Namun tidak disangka, ternyata ibu guru yang satu ini yang mengajar di SMPN 1 Baureno ini dapat panggilan sebagai finalis inobelnas.  Bersama 102 guru dari seluruh Indonesia, Bu Emi Sudarwati diundang ke Jakarta untuk mempresentasikan karya inovasinya.  Ternyata bukan hanya presentasi, tetapi ada ujian tulis juga.  Seusai lomba, seluruh finalis diajak berwisata di Dunia Fantasi (Dufan) Jakarta.  Meskipun Ibu Emi belum mendapat juara, namun beliau sudah cukup bangga, bisa belajar bersama guru-guru hebat dari seluruh tanah air.

Di samping itu,  pada tahun yang sama juga mengikuti sayembara di BBJT.   BBJT kepanjangan dari Balai Bahasa Jawa Timur.  Lembaga tersebut, setiap tahun mengadakan sayembara, yaitu pemilihan sanggar sastra, karya sastra Indonesia, karya sastra Jawa, dan guru bahasa berdedikasi.

Puji sukur, penulis mendapat anugrah sebagai guru Bahasa Jawa Berdedikasi.  Hal ini disebabkan karena sudah menerbitkan beberapa buku karya sastra siswa.  Semua itu diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi guru-guru lain untuk lebih berinovasi lagi.  Dengan status baru ini, bu Emi merasa memiliki tanggung jawab moral, agar lebih giat menularkan virus literasi di manapun juga.  Bukan hanya untuk siswa, namun juga untuk sesama guru.  Bukan hanya di Bojonegoro saja, tetapi sampai ke luar daerah.

Pada tahun 2016, Ibu Emi ditugaskan mengikuti seleksi guru berprestasi tingkat Kabupaten Bojonegoro.  Sebenarnya saat itu sudah untuk yang kedua kalinya.  Karena banyak guru menolak mengikuti seleksi tersebut, akhirnya Ibu Emi ditugaskan lagi.  Ternyata tidak sia-sia.  Karena bisa menduduki juara ke tiga dari tiga puluhan peserta.

Pada tahun yang sama,  kembali mengirimkan karya inobel.  Judul inobel Ibu Emi yang dilombakan adalah “Peningkatan hasil belajar menulis cerkak (cerpen, dalam Bahasa Indonesia) dengan SMSHP (Selfie, Media Sosial dan Hubungan Pertemanan)”.

 Kali ini bukan atas inisiatif  bapak kepala sekolah, tetapi keinginan sendiri.  Karena pengalaman tahun 2015 lalu begitu menginspirasi.  Kali ini bukan karya baru.  Namun karya lama yang beliau edit, dengan tambahan sesuai  saran dari dewan juri.  Alhasil, mendapat juara 1 inobelnas kategori SORAK (Seni, Olah Raga, Agama, bimbingan Konseling dan Muatan Lokal). Waah sungguh menakjubkan bukan?

Tidak lama seusai lomba,  mendapat panggilan untuk short Course di Negeri Belanda.  Belajar sistem pendidikan di negri kaum penjajah yang super maju itu.  Berkunjung ke dua universitas terbaik, yaitu Windesheim dan Leiden.  Juga berkunjung ke sekolah-sekolah terbaik, yaitu Van Der Capellen dan lain-lain.  Bukan hanya itu, semua peserta diajak berwisata ke Volendam, menyusuri Kanal Amsterdam dan mampir ke Brussel-Belgia.

Sepulang dari Belanda, masih juga mendapat panggilan workshop menulis jurnal di Kota Bali.

Lagi-lagi, di samping belajar juga bisa berwisaya keliling kota terindah di negeri ini.  Kali ini, semua peserta mendapat materi mengubah naskah inobel menjadi jurnal.  Tentu ini bukan hal kecil, karena naskah tersebut akan dimuat dalam jurnal berkelas nasional.  Nama jurnalnya adalah DEDAKTIKA.

Tidak berhenti sampai di situ.  Beberapa bulan berikutnya memasuki tahun 2017 ibu Emi diundang untuk mengikuti workshop Literasi di Kota Batam.  Ibu Emi pun tidak ingin melewatka kesempatan ini, beliau bersama beberapa peserta menyempatkan mampir ke negara tetangga, yaitu Singapura.  Sehari di kota Lion, tentunya menjadi hal yang sangat mengesankan bagi dirinya. Pengalaman ini beliau abadikan dalam tulisan hingga melahirkan sebuah buku berjudul “Dag Dig Dug Singapura”.

Bukan aji mumpung atau apa, hanya tidak ingin melewatkan kesempatan yang baik ini.  Kapan lagi seorang guru bisa jalan-jalan ke Singapura, kalau bukan memanfaatkan kesempatan baik tersebut. Kebetulan juga bertepatan dengan liburan sekolah, jadi sama sekali tidak mengganggu kegiatan belajar-mengajar di sekolah.

Paska menyandang predikat juara pertama inobelnas, Ibu Emi belum diperbolehkan lagi mengikuti lomba yang sama.  Tentu dalam waktu yang belum bisa diprediksi.  Oleh karena itu, beliau tidak ingin kesepian.  Lalu mengajak teman-teman alumni finalis inobelnas untuk menulis bersama dalam satu buku.  Ibu Emi Sudarwati menyebutnya dengan istilah Patungan Buku Inspiratif. Waah keren ya… tentunya buku ini sangat menarik karena ditulis bukan oleh orang sembarangan  melainkan para finalis inobel nasional.

Dalam grup ini bukan hanya menerbitkan karya yang bersifat ilmiah.  Namun dalam grup ini juga menerbitkan kumpulan cerita inspiratif,  berbagi pengalaman mengajar, kumpulan puisi, kumpulan pantun dan masih banyak lagi buku-buku lainnya.

Dalam perkembangan selanjutnya, bahkan bukan hanya menerbitkan buku-buku patungan.  Namun saat ini lebih banyak menerbitkan SBGI (Satu Buku Guru Indonesia) dan SBSI (Satu Buku Siswa Indonesia).

Ratusan buku lahir dari grup Patungan Buku Guru Inspiratif.  Karena sejak tahun 2018 ini lebih banyak menerbitkan SBGI dan SBSI, maka nama grup diubah menjadi “Penerbit Buku Inspiratif (PBI)”.  Beberapa undangan dari daerah-daerah lain mulai berdatangan.  Misalkan dari Kota Bogor, Sampang, Tuban, Blitar, Lamongan, Yogyakarta dan lain-lain. 

Akhirnya Ibu guru yang berstatus sebagai pengurus MGMP Bahasa Jawa Kabupaten Bojonegoro (tahun 2014-2019) ini berinisiatif, hanya menerima undangan sebagai nara sumber pada Hari Sabtu-Minggu atau Jumat sore. Sedangkan di Bojonegoro sendiri, beliau aktif sebagai Guru Ahli (GA) di Pusat Belajar Guru (PBG).  Setiap saat harus siap menerima panggilan sebagai pemateri seminar maupun pelatihan.  Juga sebagai juri dalam lomba-lomba guru.  Tempatnya bisa di PBG pusat atau di PBG kecamatan.

Selain di PBG, juga saya juga aktif di PGRI.  Yaitu sebagai juri lomba Guru menulis dan pelatihan Menulis buku.  Memotivasi guru-guru Bojonegoro agar lebih inovatif dalam mengajar, dan lebih kreatif dalam menulis. 

Penulis beberapa buku novel dan kumpulan esai ini mengimbau agar guru-guru lebih sering mengirimkan hasil karya ke media.  Jangan berharap sekali kirim pasti tayang atau dimuat.  Namun harus bersabar, terus-menerus mengirim naskah.  Lama kelamaan pasti dimuat juga. Hal ini bukan karena penerbit merasa kasihan, tetapi memang pengalaman Menulis itu sangat diperlukan.  Dengan terus-menerus mengirim naskah, berarti sudah terus menerus belajar menulis pula.  Dari proses tersebut kita belajar.  Belajar meminimalisir kekesalahan.

Ibu Emi mengawali terbitnya buku Kado Cinta 20 Tahun dan Haiku.  Karya ini beliau tulis  berdua dengan suaminya.  Beliau berharap dengan lahirnya buku tersebut, ikatan pernikahan mereka semakin bahagia.  Aamiin.

Selanjutnya, pada tahun yang sama.  Saya menerbitkan 2 buku tunggal dan beberapa buku patungan.  Buku tunggal yang pertama berbahasa jawa, yaitu pengalaman selama haji dan umrah.  Sedangkan buku tunggal yang kedua adalah adalah kumpulan esai Menulis dan menerbitkan Buku sampai Keliling Nusantara dan Dunia.  Beliau sangat bersyukur karena impiannya untuk berkeliling nusantara dan dunia bisa menjadi kenyataan.

Adapun untuk buku patungan, seperti biasa saja, yaitu menulis bersama siswa SMPN 1 Baureno dan bersama grup Penerbit Buku  Inspiratif.  Juga menulis bersama penerbit Pustaka Ilalang, dan lain-lain.  Tetapi yang paling banyak diterbitkan di Penerbit Majas Grup.  Judul buku yang pernah ibu Emi terbitkan bersama siswa, diantaranya: Siswa Wasis, Lilani Aku dadi Srengenge, KAI (Kelas Anak Istimewa), KAH (Kelas Anak Hebat), dll.

Pada tahun 2020, Penulis novel yang berjudul Kinanthi ini  lebih konsentrasi untuk mengelola Perpustakaan Pribadi menjadi TBM yang beliau beri nama TBM Kinanthi.

Kegiatan rutinnya adalah mengadakan pelatihan dan lomba menulis.  Lomba di TBM Kinanthi tentu berbeda dengan lomba-lomba di tempat lain.  Karena bertujuan memotivasi, maka semua peserta lomba pasti juara.  Yaitu juara 1, 2, 3 dan yang lainnya juara harapan.

Sampai saat ini di TBM Kinanthi sudah mengadakan 5 kali pelatihan menulis.  4 kali pelatihan langsung dan yang sekali webinar. Selain itu juga sudah melahirkan 3 buku hasil lomba.

Dalam menyambut Bulan Bahasa Oktober 2020, TBM Kinanthi mengadakan Lomba membaca geguritan untuk siswa SD/MI.  Hal ini bertujuan untuk menanam kecintaan siswa sejak dini terhadap sastra Jawa. Khususnya geguritan (Puisi Jawa Modern).  Masih bayak lagi agenda kegiatan yang kami gagas di tahun 2021 nanti.  Dalam berkegiatan ini didukung oleh: dinas pendidikan kabupaten Bojonegoro, penerbit majas, KBM Bojonegoro, Pramuka Jaya Vlog, Sanggar Baca SUMILAK dan lain-lain.

Menurut ibu guru dengan segudang prestasi ini, ternyata menulis dan menerbitkan buku itu mudah dan sangat murah. Bagi Ibu Emi, buku adalah bukti sejarah.  Merupakan catatan bahwa kita pernah hidup di dunia ini. Itulah sebabnya beliau selalu mengimbau kepada kita semua dengan imbauan:

 Ayo kita tulis sejarah sendiri.  Jangan tunggu orang lain menulis tentang kita.”

 SaGuSaBu (Satu Guru Satu Buku) & SaSis SaBu (Satu Siswa Satu Buku).

Mau menerbitkan buku ber ISBN, mudah dan murah? Ayo ikut program ini.

Kirimkan naskah buku Bapak/Ibu Guru atau Siswa. Tentang apa saja sesuai bakat dan minat. Misalnya:

1. Kumpulan Puisi

2. Kumpulan Cerpen

3. Kumpulan Esai

4. Novel

5. PTK

6. Naskah INOBEL

7. Kumpulan Pantun

8. Kumpulan Resep

9. Kumpulan Cerpen Misteri

10. Dll

Narasumber kita malam ini adalah seorang guru yang sangat produktif hingga bisa menulis sampai ratusan buku jumlahnya. Inilah yang diungkapkan ibu Emi:

Saya setiap hari menulis.  Hanya butuh waktu 10 - 20 menit saja kok.  Kita kan punya 24 jam sehari semalam.  Jadi saya paksakan diri untuk menulis, minimal 10 menit dalam sehari.  Kalau bisa setelah tahajud.  Kalau tidak bisa ya jam berapa saja.  Dari apa yang saya tulis, tidak semua tulisan saya terbitkan.  Biarkan saja yang lain menjadi tabungan di laptop atau blog.”

Untuk masalah menulis, Ibu Emi memang jagonya, tetapi namanya juga manusia terkadang mengalami kebuntuan dalam menulis. Nah…ketika Ibu Emi mengalami kebuntuan dalam menulis, Ibu Emi mengatasinya  dengan cara segera mencari bahan-bahan bacaan baru. Intinya harus banyak membaca buku orang lain untuk menambah referensi dalam menulis buku. Selain itu bergaulah dengan para penulis. Maka adrenalin untuk menulis akan meningkat drastis.  Bisa juga mengikuti grup-grup pelatihan menulis secara on line.

Jika menulis dengan tema tentang sosial kemasyarakatan terkadang ada kekhawatiran tulisan kita akan  menyinggung pihak-pihak tertentu yang berhubungan dengan tulisan kita.  Untuk menulis semacam itu agar tulisan kita nyaman dan aman jika dibaca oleh orang lain, maka yang harus kita lakukan adalah mengomunikasikan dengan pihak lain dengan disamarkan namanya.  Sebelum menjadi buku, coba kita bacakan di hadapan teman-teman kita untuk dimintai pendapatnya.

Sebagai guru tentunya kita ingin membimbing siswa kita untuk menulis juga bukan?

Begini nih caranya:

Guru membawa buku bacaan/cerita ke dalam kelas.  Lalu meminta salah seorang siswa membaca di depan kelas.  Sedangkan siswa yang lain mendengarkan.   Lalu semua siswa menulis ringkasan ceritanya.  Salah satu siswa ditunjuk secara acak membaca ringkasan ceritanya.  Jadi semua harus siap jika ditunjuk oleh gurunya.  Sedang yang lain cukup ditanda tangani. 

Jika itu dilakukan 15 menit sebelum pelajaran dimulai.  Lama kelamaan siswa terbiasa menulis.

Lalu  guru membuatkan pancingan pertanyaan untuk siswa:

Misalnya dengan mengambil tema: Kisah Lucu

Kita buat saja pertanyaan:

1.  Apakah kamu pernah mengalami kisah yang sangat lucu.

2.  Kapan dan di mana kamu mengalami kisah lucu tersebut.

3.  Dll

Bisa sampai 10 pertanyaan atau lebih. 

Jawabannya harus berupa paragraf.  Bukan jawaban pendek.

Lalu jawaban-jawaban siswa tadi disusun menjadi cerita.

Nah begitulah cara mengajari siswa untuk menulis cerita

 

Demikian materi dari ibu Emi Sudarwati yang sangat memotivasi bagi kita semua, semoga bermanfaat.

Pada akhir pertemuan malam ini beliau memberikan kalimat penutupnya:

Bagi saya buku adalah bukti sejarah.  Merupakan catatan bahwa kita pernah hidup di dunia ini.  Oleh karena itu, saya ingin mengabadikan setiap jengkal perjalanan menjadi sebuah buku.  Setiap karya pasti akan menemukan takdirnya sendiri.”

Semoga kisah Ibu Emi Sudarwati ini bisa memotivasi dan mengispirasi banyak orang terutama memotivasi kita para guru Indonesia 

 

Salam litersi

Hayati Cempaka

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. https://yukindrimenulis.blogspot.com/2020/10/kata-adalah-senjata.html

    BalasHapus

  3. Bisa dicoba tipsnya Bu Emi ini
    Utk menumbuhkan dan mengajari siswa utk menulis
    Terimakasih sharingnya Bu
    Mantap resumenya 👍

    BalasHapus
  4. Bagus Bu, sampai dititik terakhir juga saya membacanya...
    Terimakasih sudah memberikan tulisan yg lengkap

    BalasHapus
  5. Terima kasih juga pak Indra sdh meninggalkan jejak

    BalasHapus
  6. Bagus sekali, keren, sangat menginspirasi . Sukses selalu Ibu Emi Sudarwati

    BalasHapus
  7. hebat, sudah brp resume mbak, lancar dan sukses

    BalasHapus
  8. Semoga kita bisa seproduktif bu Emi ya, Bu?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ikuti Langkahnya, Terbitkan Bukunya

Mengembangkan Sepotong Ide dalam Menulis dengan Google Jamboard